Sang Merah Putih (Sang Dwi Warna)
Bendera Negeriku Indonesia
Allah taqdirkan diriku sebagai muslim dan menjadi warga negara Indonesia..sehingga satu-satunya bendera yang kuakui hanya Sang Merah Putih..
Sebagai Ahlus Sunnah Wal Jama'ah, maka diriku tidak mengakui bendera ISIS, bendera Jam'iyyah, bendera partai, bendera ormas dan semua bendera selain bendera pemerintah yang sah di negeri ini..
Hukum Mengibarkan Bendera
Panji atau bendera adalah sepotong kain atau kertas berbentuk segi empat atau segitiga (diikatkan pada ujung tongkat, tiang, dan sebagainya) dipergunakan sebagai lambang negara, perkumpulan, badan, dan sebagainya atau sebagai tanda; panji-panji; tunggul:sering dikibarkan di tiang, umumnya digunakan secara simbolis untuk memberikan sinyal atau identifikasi. Hal ini sering juga digunakan untuk identitas atau melambangkan suatu negara untuk menunjukkan kedaulatannya.
Keberadaan bendera telah menjadi 'urf suatu bangsa atau negara dan ini juga digunakan kaum muslimin di zaman Nabi Muhammad, sehingga hukum asal memasang atau mengibarkan bendera adalah mubah (boleh) jika tujuannya bukan untuk ibadah atau menjadikan sesembahan selain Allah. Karena kita dilarang menyembah malaikat, langit, bumi, matahari, bintang, pohon, api, bulan, orang sholih, panji/bendera dan semua bentuk penyembahan kepada selain Allah.
Apa Hukumnya Hormat Bendera?
■ Menghormati atau memuliakan bendera selama dalam batas yang wajar dan tidak bertentangan dengan syari'at Islam, maka hukumnya mubah. Seperti menggunakan bendera untuk identitas atau lambang kedaulatan sebuah bangsa, tidak menghinakan, tidak membakarnya serta menjaga bendera untuk tetap berkibar dan tidak jatuh ke tanah. Hal ini sebagaimana diamalkan pada zaman Nabi, karena menjadikan bendera sebagai simbol kedaulatan.
■ Bapak Muhammad Hatta dan bapak Jusuf Kalla pun tidak mengangkat tangan ketika bendera dikibarkan, tapi cukup dengan berdiri sikap sempurna. Jika sekedar berdiri untuk menghormati bendera sebagaimana berdirinya kita menghormati jenazah atau menyambut tamu, maka itu insya Allah dibolehkan dengan catatan tidak mengganggap perkara tersebut wajib serta tidak mencela orang yang duduk.
■ Adapun jika hormat bendera secara berlebihan (ghuluw) atau dalam batas tidak wajar, mewajibkan berdiri dan mengangkat tangan, diagungkan sebagaimana/dengan niat ibadah..yang mana perkara tersebut tidak pernah dilakukan Nabi dan para Shahabat, maka kami khawatir itu termasuk perkara bid'ah. Rasulullah ﷺ setiap memulai khutbah biasanya beliau mengucapkan :
أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad ﷺ. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan.” (HR. Muslim)
■ Fatwa ulama yang melarang adalah fatwa Al-Lajnah :
ما حكم تحية العلم في الجيش وتعظيم الضباط وحلق اللحية فيه؟
Pertanyaan: Apa hukum hormat bendera yang dilakukan oleh tentara, menghormati komandan dan mencukur jenggot?
لا تجوز تحية العلم، بل هي بدعة محدثة
Jawab: Tidak boleh menghormati bendera, bahkan ini termasuk bid’ah yang dibuat-buat … (Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah 1/236)
■ Insya Allah sebenarnya banyak kaum muslimin di berbagai dunia yang punya keyakinan seperti kami, akan tapi diantara mereka banyak yang takut untuk menyampaikannya. Setahu kami demikian juga pendapat pribadi Ketua MUI pusat (bukan fatwa MUI).
"Salah satu ketua MUI, Cholil Ridwan, menyatakan bahwa menghormati bendera dan lagu kebangsaan hukumnya haram. Ia melandaskan pendapatnya ini dengan fatwa yang dikeluarkan sejumlah ulama asal Arab Saudi. Dalam fatwa itu, dikatakan bahwa menghormati bendera dan lagu kebangsaan sama hukumnya dengan menyembah benda-benda dan dikategorikan sebagai perbuatan musyrik Cholil menyatakan pendapatnya ini dalam sebuah forum tanya jawab di sebuah media Islam."
Bagaimana Sikapku Jika Dituntut Memasang/Mengibarkan Bendera?
(1) Sebagai Ahlus Sunnah maka insya Allah akan saya sampaikan keyakinanku secara jujur dan terang-teranganan. 'Id atau hari raya umat Islam hanya ada 2 yaitu Idul Fithri dan Idul Adha. Nabi dan para Shahabat mengingkari semua hari raya yang ada di Madinah pada waktu itu..sehingga setiap tahun tidak ada nukilan mengadakan hari raya semisal perayaan Fathul Makkah (hari pembebasan kota Makkah), Maulid Nabi dsb. Yang menghalangiku untuk mengkhususkan hari pengibaran bendera insya Allah tiada lain karena diriku takut kepada Allah, karena perkara tersebut tidak diamalkan Nabi dan para Shahabat.
Anas radhiyallahu ‘anhu berkata :
قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الْمَدِينَةَ وَلأَهْلِ الْمَدِينَةِ يَوْمَانِ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَقَالَ « قَدِمْتُ عَلَيْكُمْ وَلَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَإِنَّ اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ يَوْمَيْنِ خَيْراً مِنْهُمَا يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ النَّحْرِ
“Ketika Nabi ﷺ datang ke Madinah, penduduk Madinah memiliki dua hari raya untuk bersenang-senang dan bermain-main di masa jahiliyah. Maka beliau berkata, “Aku datang kepada kalian dan kalian mempunyai dua hari raya di masa Jahiliyah yang kalian isi dengan bermain-main. Allah telah mengganti keduanya dengan yang lebih baik bagi kalian, yaitu hari raya Idul Fithri dan Idul Adha (hari Nahr)” (HR. An Nasai no. 1556 dan Ahmad 3: 178, sanadnya shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim).
(2) Kita diperintahkan taat kepada umaro' (pemerintah) selama bukan dalam perkara bermaksiat kepada Allah.
Allah Ta’ala berfirman:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukminah apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, mereka memiliki pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata” (QS. Al Ahzab: 36).
Ketaatan yang mutlak hanya kepada Allah dan Rasul-Nya. Ketaatan kepada orang lain hanya dalam perkara yang ma’ruf. Dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu’anhu, Rasulullah ﷺ bersabda:
لَا طَاعَةَ فِي مَعْصِيَةٍ إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوفِ
“Tidak ada ketaatan di dalam maksiat, taat itu hanya dalam perkara yang ma’ruf” (HR Bukhari, no. 7257; Muslim, no. 1840).
Adapun terkait bukti ketaatan dan loyalitas insya Allah diriku selalu mengajak kaum muslimin untuk mengerjakan sholat Jum'at dan sholat 'Id bersama umaro' (pemerintah yang sah), tidak berpecah belah mengadakan sendiri, serta berupaya selalu taat kepada pemerintah selama bukan dalam perkara maksiat kepada Allah ataupun mengandung unsur maksiat. Demikian juga melarang mencela penguasa, memberontak ataupun demo. Dan alhamdulillah sejak kecil kemudian SDN s.d PTN tidak pernah tercatat sebagai pelajar/mahasiswa yang bermasalah. Belum pernah terkena tilang lalu lintas, tidak pernah terlibat tindakan arnakis, tidak pernah sengaja merusak tanaman orang lain ataupun tindakan kriminal. Apa itu masih belum cukup untuk dikatakan loyal kepada pemerintah yang sah?
(3) Bendera bangsa Indonesia yang kuakui pemerintah yang sah hanya Sang Merah Putih. Sehingga jika diriku tidak mengibarkan bendera Merah Putih, maka itu artinya tidak ada satupun bendera di muka bumi yang akan kukibarkan. Karena yang menjadi masalah bukan yang dikibarkan bendera Merah Putih atau tidak. Bahkan andai ada duplikat bendera Nabi pun juga tidak kukibarkan.
(4) Sebagai warga negara walau diriku tiap tahun diwajibkan membayar pajak dsb, insya Allah belum pernah menuntut apapun kepada pemerintah :
- Sejak SDN sampai kuliah di perguruan tinggi Negeri, diriku tidak pernah menuntut hak atau demo kepada pemerintah. Bahkan ketika OSPEK Maba dan dilatih demo "Turunkan SPP" ke Rektorat, diriku juga diizinkan tidak ikut demo.
- Diriku tidak pernah minta bantuan atau mengajukan beasiswa, walau IPK diatas 3.
- Diriku belum pernah menuntut listrik subsidi, BBM subsidi, LPG subsidi, pupuk subsidi dan segala bentuk subsidi. Bahkan sudah 3 th ini diriku berupaya menjauhi barang-barang bersubsidi. Diriku lebih sering bersepeda pancal, jika memasak pakai kompor listrik non subsidi dan sudah tidak membeli pupuk subsidi untuk memupuk tanamanku.
- Diriku tidak pernah menuntut bantuan sembako, minta sepeda ke bapak presiden, bantuan WC dan semisal.
- Diriku tidak pernah menuntut perbaikan jalan, pembangunan dsb. Bahkan diriku pernah menolak ketika ditawari mendapat bantuan sembako dari desa. Ataupun ditawari bantuan WC (karena rumahku belum ada WC-nya) tapi diriku tetap menolak dan kusarankan jatah tersebut agar diberikan kepada orang lain saja. Biar tidak ada omongan yang tidak mengenakkan.
(5) Saya mengucapkan terima kasih (wa jazahumullah khoira) kepada pemerintah daerah kabupaten Blora terutama kepada bapak kepala dusun Tanjung dan bapak kepala desa Geneng atas perhatian dan niat baiknya untuk memberi sembako waktu wabah Covid-19. Sama sekali bukannya diriku tak menghargai maksud baik bapak-bapak semua. Sebenarnya di antara sebab diriku tidak mau menerima bantuan, karena diriku tidak ingin menimbulkan fitnah seperti :
- diriku sudah daftar haji. Gimana jika ada omongan "mampu daftar haji, ternyata masih mau menerima bantuan?"
- jika diriku menerima bantuan tapi tidak mau diajak demo..gimana jika ada tuduhan "pantas saja gak mau menyampaikan kebenaran, karena mulutnya telah disumpal sembako.?" (sebagaimana pernah ada warga yang mengajak demo terkait pembagian sembako, pembangunan dll tapi kutolak mentah-mentah. Sehingga diriku kemudian "disatru" dan ini realita)
- syari'at Islam mengajarkan untuk menjaga iffah dan tidak minta-minta kecuali minta hak serta dengan sebab yang dibenarkan.
- dsb.
(6) Diriku meyakini bahwa mengkhususkan mengkibarkan bendera pada setiap perayaan itu termasuk bid'ah, karena tidak pernah diamalkan Nabi dan para Shahabat padahal pada zaman tersebut sudah ada bendera. Jadi rasa takutku kepada Allah yang mencegah untuk mengkibarkan bendera, karena ketika kita mati kelak akan ditanya pada hari kiyamat tentang hujjah kita. Diriku juga tidak ingin menginfakan atau membelanjakan harta untuk membeli bendera atau perkara yang tidak Allah syari'atkan.
Andai diriku tetap dituntut untuk memasang bendera, maka pemerintah punya kewajiban memberi bendera (beserta tiang bendera) bagi warga yang tidak memiliki bendera. Dalam ajaran Islam pun, rakyat insya Allah berhak meminta sesuatu/haknya kepada pemerintah jika dengan sebab yang dibenarkan syari'at. Apalagi selama ini diriku belum pernah meminta sesuatu kepada pemerintah yang manfaatnya untuk diriku. Adapun terkait bendera dan tiangnya, insya Allah diriku punya hak untuk menuntut atau meminta kepada pemerintah. Terlebih pasang bendera manfaatnya bukan untuk diriku dan ada aturan bahwa pemda hendaknya memberi bendera bagi warga yang di rumahnya tidak memiliki bendera.
(7) Jika memasang bendera dianggap sebagai satu-satunya tolok ukur loyalitas kita kepada penguasa yang sah, maka silahkan saja pasang bendera di 3 lokasi yaitu depan rumahku, sawah dan kebunku..setiap hari dan sepanjang tahun. Di sepanjang jalan dekat rumahku andai dipasang 1 juta bendera pun, diriku juga gak mungkin merusak atau menurunkan. Insya Allah hanya sebatas kuingkari dalam hati.
Kemudian jika di depan rumahku dipasang bendera, gimana jika pada hari-hari tersebut diriku lebih milih mengungsi tinggal di kandang kambing yang tidak ada benderanya? Atau hanya masuk ke rumah ketika sudah tidak ada bendera (pada malam hari setelah bendera turun).
Komentar
Posting Komentar