Permisalan Beramal Tanpa Ikhlash Dan Tiada Iqtida'
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah memberikan nasihat :
العَمَلُ بِغَيْرِ إِخْلَاصٍ وَلَا اِقْتِدَاءٍ كَالمُسَافِرِ يَمْلَأُ جِرَابَهُ رَمْلاً يُثْقِلُهُ وَلَا يَنْفَعُهُ
“Beramal tanpa ikhlas dan tidak iqtida’ seperti seorang musafir yang memenuhi tasnya dengan pasir, memberatkannya dan tidak memberikan manfaat kepadanya.” (lihat Al-Fawa’id)
Kita hidup di dunia ini ibarat seorang musafir yang sedang berjalan menuju Allah. Amal ibadah adalah bekal yang kita siapkan. Namun jika amal ibadah tersebut tidak benar maka keadaan kita seperti permisalan yang disebutkan Ibnul Qayyim rahimahullah.
Demikianlah perumpamaan seorang yang beribadah tanpa keikhlasan dan iqtida’, amalannya justru bisa menjadi mudharat bagi dirinya. Karena syarat diterimanya sebuah amal ibadah ada dua :
(1) ikhlash, Allah Ta'ala berfirman :
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus." (QS. Al-Bayyinah: 5)
(2) iqtida’ atau mutaba’ah yaitu mengikuti tuntunan atau tata cara ibadah yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan para Shahabat. Beliau pernah bersabda :
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa mengamalkan suatu perkara yang tidak kami perintahkan, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim: 1718)
Jika amalan tidak memenuhi dua syarat ini maka ia tidak akan diterima Allah, ia tak ubahnya pasir kerikil yang dimasukkan ke dalam tas musafir. Justru memberatkan dan bisa memudharatkan dirinya sendiri. Wa Allahu a'lam.
Komentar
Posting Komentar