Mimpi Bertemu Nabi ﷺ





 

Mimpi Bertemu Nabi ﷺ

     Mimpi bertemu Nabi adalah suatu hal yang mungkin terjadi dan bisa dialami oleh seseorang sebagaimana dijelaskan dalam hadits-hadits yang shahîh.

وَعَنْهُ قَالَ: قالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “مَنْ رَآنِي فِي المنَامِ فَسَيَرَانيِ فِي الَيَقَظَةِ أوْ كأنَّمَا رَآنِي فِي اليَقَظَةِ لايَتَمثَّلُ الشَّيْطانُ بي”. مُتَّفَقٌ عَلَيهِ.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah  bersabda, “Barangsiapa yang melihatku dalam tidurnya, maka ia akan melihatku dalam sadarnya—atau seolah ia melihatku dalam sadarnya—karena syaithan tidak bisa menyerupaiku.” (Muttafaqun ‘alaih) (HR. Bukhari, no. 6993 dan Muslim, no. 2266).

      Ada beberapa catatan penting terkait mimpi bertemu Nabi ﷺ :

☆ Pertama, bahwa seseorang mungkin untuk mimpi bertemu Nabi ﷺ. Karena syaithan tidak mampu meniru wajah beliau ﷺ dan menampakkan diri dalam mimpi dalam rupa beliau ﷺ.
     Sebagaimana dinyatakan dalam hadits dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu bahwa Nabi ﷺ bersabda :

من رآني في المنام فقد رآني فإن الشيطان لا يتخيل بي

“Siapa yang melihatku dalam mimpi, dia benar-benar melihatku. Karena setan tidak mampu meniru rupa diriku.” (HR. Bukahri dan Muslim)
     Hanya saja, penting untuk dicatat di sini, yang tidak mampu dilakukan syaithan adalah menyerupai wajah Nabi ﷺ yang sebenarnya. Adapun menampakkan diri dengan wajah yang lain, bisa dilakukan oleh syaithan. Kemudian dia mengaku sebagai nabi atau orang yang melihatnya mengira bahwa dia nabi, padahal sejatinya syaithan.

☆ Kedua, ketika seseorang melihat wajah cerah, rupawan, baju putih, dan manusia dengan ciri mengagumkan lainnya, maka bukan jaminan bahwa itu pasti Nabi ﷺ. Karena yang dimaksud mimpi melihat Nabi ﷺ adalah melihat beliau persis sebagaimana ciri fisik dan wajah beliau. Karena itu, jika ada orang yang merasa melihat Nabi ﷺ dalam mimpi, perlu dicocokkan dengan ciri fisik dan wajah beliau ﷺ, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits dan keterangan para shahabat.
     Imam Bukhari menyebutkan keterangan Ibnu Sirin rahimahullah, ketika mengomentari hadits tentang mimpi melihat Nabi ﷺ, Ibnu Sirin mengatakan:

إذا رآه في صورته

“Apabila dia benar-benar melihat wajah Nabi ﷺ.” (Shahih Bukhari, setelah hadis no. 6592)
      Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan : “Diriwayatkan dari Ayyub, beliau menceritakan: “Jika ada orang yang bercerita kepada Muhammad bin Sirrin bahwa dirinya mimpi bertemu Nabi ﷺ, maka Ibnu Sirrin meminta kepada orang ini untuk menceritakan ciri orang yang dia lihat dalam mimpi itu. Jika orang ini menyampaikan ciri-ciri fisik yang tidak beliau kenal, beliau mengatakan: “Kamu tidak melihat Nabi ﷺ.” Ibnu Hajar menyatakan: “Sanad riwayat ini shahih.
Kemudian beliau membawakan riwayat yang lain, bahwa Kulaib (seorang Tabi’in) pernah berkata kepada Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma: “Aku melihat Nabi ﷺ dalam mimpi.” Ibnu Abbas berkata: “Ceritakan kepadaku (orang yang kamu lihat).” Kulaib mengatakan: “Saya teringat Hasan bin Ali bin Abi Thalib, kemudian saya sampaikan, beliau mirip Hasan bin Ali.” Lalu Ibnu Abbas menegaskan: “Berarti, kamu memang melihat Nabi ﷺ. Sanadnya jayyid. (lihat Fathul Bari, 12:383 – 384)

☆ Ketiga, bagaimana cara agar bisa mengenal ciri fisik Nabi ﷺ ?
     Untuk bisa mengetahui ciri fisik Nabi ﷺ dengan membaca hadits-hadits dan keterangan para shahabat yang menceritakan ciri-ciri fisik Nabi ﷺ. Sebagaimana yang kita pahami, tidak ada manusia yang catatan sejarahnya paling lengkap melebihi sejarah Rasulullah ﷺ. Dan ini bagian dari jasa besar para shahabat yang menceritakan segala sesuatu terkait beliau ﷺ. Bahkan sampai bentuk rambut, gerakan jenggot, perkiraan jumlah uban, tinggi badan, postur tubuh, cara jalan, dan seterusnya. (Bisa dilihat di kitab Asy-Syamail seperti Kitab Asy-Syamail Al-Muhammadiyyah karya Imam Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Saurah At-Tirmidzi).

☆ Keempat, jika ciri-ciri sifat fisiknya tidak sesuai maka para Ulama berbeda pendapat tentang hal ini. Sebagian Ulama berpendapat bahwa makna mimpinya perlu ditakwilkan. Hal itu pertanda tentang kekurangan yang terdapat pada diri orang yang bermimpi tersebut dalam hal beragama. Atau sebagai pertanda terjadinya kerusakan dalam kehidupan beragama di tengah-tengah masyarakat. Sebagian Ulama lain berpendapat bahwa ia tidak melihat Rasulullah karena ciri-ciri sifat fisiknya tidak sesuai dengan ciri-ciri sifat fisik Rasulullah ﷺ. Tetapi syaithan berupaya menipunya dalam mimpi tersebut dengan cara mengaku sebagai Nabi , sekalipun syaithan tersebut tidak mampu menyerupai ciri-ciri sifat fisik Nabi . Oleh sebab itu, sebagian para Sahabat dan tabi'in jika ada seseorang mengaku mimpi bertemu Nabi mempertanyakan ciri-ciri sifat fisiknya. Hal ini ditegaskan oleh Ibnu Sirîn dalam ungkapan beliau : “Apabila ia melihatnya dalam bentuk rupa Rasulullah yang sebenarnya”.

     Ibnu Sirin, sebagaimana dituturkan oleh Ibnu Hajar al-‘Asqalani memberi rumusan:

إذا قص عليه رجل أنه رأى النبي صلى الله عليه و سلم قال صف لي الذي رأيته فان وصف له صفة لا يعرفها قال لم تره

“Jika seseorang berkata kepada Ibnu Sirrin bahwa ia telah mimpi melihat Nabi Muhammad ﷺ, maka ia akan bertanya kepadanya: “Jelaskanlah sifat orang yang kamu lihat (mimpikan) itu kepadaku. Maka jika orang yang bermimpi tersebut mengisahkan kepadanya denga sifat yang tidak diketahui oleh Ibnu Sirin, maka Ibnu Sirin berkata: “Kamu tidak melihat Nabi ﷺ dalam mimpimu.” Hal seperti inilah yang dilakukan oleh ahli tafsir mimpi. Wa Allahu a'lam.



Makna Hadits Nabi "مَنْ رَآنِي فِي الْمَنَامِ فَسَيَرَانِي فِي الْيَقَظَةِ"


عَنْ أبي هُرَيْرَةَ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ رَآنِي فِي الْمَنَامِ فَسَيَرَانِي فِي الْيَقَظَةِ وَلَا يَتَمَثَّلُ الشَّيْطَانُ بِي قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ قَالَ ابْنُ سِيرِينَ إِذَا رَآهُ فِي صُورَتِهِ

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu berkata: “Aku mendengar Nabi ﷺ bersabda: “Barang siapa yang melihatku dalam mimpi, maka ia akan melihatku dalam keadaan terjaga. Dan syaithan tidak mampu menyerupaiku”. (HR. Al Bukhari). Abu Abdillah (Imam Bukhari) setelah menyebutkan hadits ini berkata: “Ibnu Sirin berkata: “Apabila ia melihatnya dalam bentuk rupa yang sebenarnya.””

     Para Ulama menerangkan maksud dari hadits فَسَيَرَانِي فِي الْيَقَظَةِ dengan beberapa penjelasan.

     Berkata Ibnul-Jauzi rahimahullah: “Ini adalah bagaikan kabar gembira bagi orang yang melihatnya, bahwa dia akan berjumpa Nabi ﷺ pada Hari Kiamat.” (Lihat Kasyful al-Musykil 1/912)..

     Imam Nawawi rahimahullah berkata: “Dalam menjelaskan maksud hadis tersebut ada beberapa pendapat:
Menurut al-Nawawi rahimahullah menjelaskan maksud lafazh فسيراني في اليقظة mengandung tiga pengertian, yaitu:
☆ Pertama: Yang dimaksud adalah bagi orang yang hidup pada masanya (zaman Nabi). Artinya, barang siapa yang melihatnya dalam mimpi, sedangkan ia belum berhijrah; maka Allah memberi taufik kepadanya untuk berhijrah dan bertemu melihat Nabi ﷺ dengan nyata dalam keadaan terjaga.
☆ Kedua: Dia akan melihat kenyataan mimpinya tersebut dalam keadaan terjaga pada Hari Kiamat, karena semua umatnya akan melihatnya pada Hari Kiamat.
☆ Ketiga: Dia akan melihat Nabi ﷺ pada hari Akhirat secara khusus dalam keadaan dekat dan mendapat syafaatnya atau yang semisalnya” (Lihat Syarah Imam Nawawi:15/26).

     Ibnu Hajar al-‘Asqalani rahimahullah menukil penafsiran terhadap hadits mimpi bertemu Nabi yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari ada enam pendapat, yaitu:
1. Hadist tersebut harus dipahami secara perumpamaan (tasybih), karena diperkuat dengan riwayat lain yang redaksi lafazhnya menunjukkan arti perumpamaan (لَكَأَنَّمَا).
2. Orang yang mimpi bertemu Rasulullah ﷺ akan melihat kebenaran, baik secara nyata maupun hanya ta’bir saja.
3. Hadist tersebut dikhususkan kepada orang-orang yang sezaman dengan Rasulullah ﷺ dan bagi orang yang beriman kepada Rasulullah ﷺ yang belum sempat melihatnya.
4. Bahwa orang mimpi tersebut akan melihat Rasulullah ﷺ, seperti ketika bercermin, namun hal tersebut sangat mustahil.
5. Maknanya bahwa ia akan melihat Rasulullah ﷺ pada hari kiamat dan tidak dikhususkan bagi mereka yang telah mimpi bertemu dengan Rasulullah ﷺ saja.
6. Orang yang mimpi melihat Rasulullah ﷺ, ia akan melihatnya secara nyata. Namun pendapat ini masih diperdebatkan.
    
     Adapun pendapat yang mengatakan bahwa ia benar-benar akan berjumpa dalam keadaan terjaga waktu di dunia ini setelah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat adalah pendapat yang sangat batil lagi sesat. Pendapat ini ditolak dan dibantah dengan tegas oleh para Ulama Ahlus Sunnah.

     Imam al-Qurthûbi rahimahullah berkata: “Dalam makna hadits ini terdapat perbedaan; sebagian berpendapat sebagaimana lahirnya, yaitu barangsiapa yang melihat dalam mimpi, maka ia telah melihat secara hakiki sama seperti orang melihatnya di waktu terjaga. Pendapat ini dapat diketahui kekeliruannya dengan dalil akal yang mengharuskan:
◇ Bahwa, tidak seorang pun yang melihatnya melainkan dalam bentuk saat beliau meninggal.
◇ Tidak mungkin ada dua orang yang mimpi melihatnya dalam waktu yang sama dalam dua tempat.
◇ Bahwa ia hidup keluar dari kuburnya dan berjalan di pasar serta berbicara dengan manusia.
◇ Bahwa kuburnya kosong dari jasadnya, sehingga tidak tertinggal sesuatu dalamnya, maka yang diziarahi hanya kubur semata (tanpa jasad) dan memberi salam kepada sesuatu tidak ada.
     Karena ia bisa dilihat di sepanjang waktu; pagi dan sore secara hakiki di luar kuburnya. Pendapat ini adalah kebodohan, tidak akan berpegang dengannya siapa saja yang memiliki sedikit akal sehat”. (lihat Fathul Bari 12/384).
Wa Allahu a'lam.

Komentar