Mengapa Pada Malam/Hari Jum'at Banyak Orang Yang Enggan Mengamalkan Sunnah Membaca Surat Al Kahfi Dan Justru Lebih Antusias Membaca Surat Yasin Berdasarkan Hadits Dho'if (Lemah)?1. Dalil keutamaan membaca surat Al Kahfi pada malam/hari Jum'at haditsnya shahih dan lebih kuat daripada hadits keutamaan membaca surat Yasin pada malam/hari Jum'at yang dhoi'f (lemah).
Hadits pertama :
Dari Abu Sa'id al-Khudri radliyallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ فِيمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْبَيْتِ الْعَتِيقِ
“Barangsiapa yang membaca surat Al Kahfi pada malam Jum’at, dia akan disinari cahaya antara dia dan Ka’bah.” (HR. Ad-Darimi. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaimana dalam Shohihul Jami’ no. 6471. Juga diriwayatkan An Nasai dan Al-Hakim serta dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih al-Targhib wa al-Tarhib, no. 736)
Hadits kedua :
Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu 'anhu,
مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ الْكَهْفِ فِي يَوْمِ الْجُمْعَةِ أَضَآءَ لَهُ مِنَ النُّوْرِ مَا بَيْنَ الْجُمْعَتَيْنِ
"Barangsiapa membaca surat Al-Kahfi pada hari Jum’at, maka akan dipancarkan cahaya untuknya di antara dua Jum'at." (HR. Al-Hakim: 2/368 dan Al-Baihaqi: 3/249. Ibnul Hajar mengomentari hadits ini dalam Takhrij al-Adzkar, “Hadits hasan.” Beliau menyatakan bahwa hadits ini adalah hadits paling kuat tentang surat Al-Kahfi. Syaikh Al-Albani menshahihkannya dalam Shahih al-Jami’, no. 6470)
Dalam dua hadist di atas, pada hadits pertama, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan, "membaca surat Al-Kahfi di malam Jum'at". Sementara di hadits kedua, beliau menyatakan, "membaca surat Al-Kahfi pada hari Jum'at".
Al-Munawi menukil keterangan Al Hafidz Ibnu Hajar,
قال الحافظ ابن حجر في ” أماليه ” : كذا وقع في روايات ” يوم الجمعة ” وفي روايات ” ليلة الجمعة ” ، ويجمع بأن المراد اليوم بليلته والليلة بيومها
Kata Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam kitabnya al-Amali, “Anjuran membaca al-Kahfi ada di beberapa riwayat, ada yang menyatakan ‘Hari jum’at’ dalam riwayat lain ‘Malam Jum'at’. Bisa kita kompromikan bahwa waktu yang dimaksud adalah siang dan malam Jum'at.” (Faidhul Qadir, 6/258).
Imam Asy-Syafi’i rahimahullah dalam kitab Al-Umm (1: 208) mengatakan,
بلَغَنَا أَنَّ من قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ وُقِيَ فِتْنَةُ الدَّجَّالِ، وَأُحِبُّ كَثْرَةَ الصَّلَاةِ على النبي (صلى اللَّهُ عليه وسلم) في كل حَالٍ وأنا في يَوْمِ الْجُمُعَةِ وَلَيْلَتِهَا أَشَدُّ اسْتِحْبَابًا، وَأُحِبُّ قِرَاءَةَ الْكَهْفِ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ وَيَوْمَهَا لِمَا جاء فيها
“Telah sampai dalil kepadaku bahwa orang yang membaca surat Al-Kahfi akan terjaga dari fitnah Dajjal. Dan aku menyukai (seseorang itu) memperbanyak shalawat kepada Nabi shallallahu ’alaihi wasallam di setiap waktu. Dan pada hari Jumat serta malam Jumat, lebih ditekankan lagi anjurannya. Dan aku juga menyukai (menganjurkan) seseorang untuk membaca surat Al-Kahfi pada malam Jumat dan pada hari Jumat karena terdapat dalil mengenai hal ini.”
Sebaliknya hadits tentang keutamaan membaca surat Yasin pada malam/hari Jum'at adalah dha'if jiddan (sangat lemah). Bahkan mereka yang mengamalkan membaca surat Yasin pada malam Jum'at juga mengakui bahwa haditsnya dha'if. Ini diantara buktinya :
foto
2. Kalau kita telusuri pendapat para ulama, setidaknya ada tiga pendapat yang berbeda dalam menanggapi masalah hadits dha'if (menolak secara mutlak, menerima dengan syarat-syarat tertentu, menerima asal bukan hadits maudhu'/palsu).
Dari ketiga pendapat tersebut, taruhlah andai yang benar yaitu boleh mengamalkan hadits dha'if terkait membaca surat Yasin pada malam/hari Jum'at, maka tetap tidak sepatutnya mereka lebih mengutamakan mengamalkan membaca surat Yasin (yang haditsnya dha'if) daripada membaca surat Al Kahfi yang haditsnya shahih. Yang benar mereka seharusnya lebih antusias dan lebih mendahulukan untuk mengamalkan Sunnah membaca surat Al Kahfi daripada mengamalkan membaca surat Yasin yang hanya dengan sandaran hadits dha'if ataupun sangat lemah. Terlebih lagi jika ternyata yang benar pendapat bahwa hadits dha'if (lemah) tidak bisa dijadikan hujjah dan tidak boleh diamalkan.
3. Jika amalan yang jelas-jelas diperintahkan Nabi (seperti sholat tahajjud, pelihara jenggot, membaca surat Al Kahfi pada malam/hari Jum'at dan perkara semisal) berdasarkan hadits shahih saja banyak yang tidak antusias dan enggan untuk mengamalkan, tapi mengapa sebaliknya mereka justru lebih memilih mengerjakan amalan-amalan dengan bersandarkan hadits dha'if? Bagaimana hal tersebut bisa dibenarkan? Yang mana kita saja tidak boleh meyaqini hadits dha'if (lemah) sebagai perkataan Nabi.
4. Agar ibadah diterima di sisi Allah, haruslah terpenuhi dua syarat, yaitu: (1)Ikhlas karena Allah, dan (2) Mengikuti tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (ittiba’).
Jika salah satu syarat saja yang terpenuhi, maka amalan ibadah menjadi tertolak. Termasuk dalam perkara dzikir (takbir, tahlil, dan bertasbih) hendaknya ikhlash serta sesuai tuntunan Nabi dan para Shahabat. Sebagaimana kisah Abdullah bin Mas'ud radhiyaallahu 'anhu yang sudah masyhur.
5. Kita diperintahkan mengamalkan Islam sebagaimana yang diamalkan Nabi dan para Shahabat.
Tidak ada nukilan shahih bahwa Nabi dan para Shahabat punya kebiasaan membaca surat Yasin pada setiap malam/hari Jum'at. Demikian juga tidak ada nukilan yang shahih dari para imam 4 madzhab Ahlus Sunnah Wal Jama'ah mengamalkan membaca surat Yasin pada malam/hari Jum'at. Terlebih dengan ritual yang mengada-ngada seperti yang diamalkan mereka pada masa sekarang yang tidak ada contohnya dari Nabi dan para Shahabat.
Komentar
Posting Komentar