Kandungan Surat Al 'Ashr




Allâh Subhanahu wa Ta’ala  berfirman :

وَالْعَصْرِ﴿١﴾إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ﴿٢﴾إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran." (QS. Al-‘Ashr : 1- 3)

     Karena kedalaman makna yang terkandung dalam surat ini, Imam Asy-Syafi’i rahimahullah mengatakan:

لَوْ تَدَبَّرَ النَّاسُ هَذِهِ السُّورَةَ لَوَسِعَتْهُمْ

“Seandainya orang-orang mentadabburi surat ini (Al-‘Ashr), maka surat ini akan mencukupi bagi mereka.” (Tafsir Ibnu Katsir)

      Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, ”Maksud perkataan Imam Syafi’i adalah surat ini telah cukup bagi manusia untuk mendorong mereka agar memegang teguh agama Allah dengan beriman, beramal sholih, berdakwah kepada Allah, dan bersabar atas semua itu. Beliau tidak bermaksud bahwa manusia cukup merenungkan surat ini tanpa mengamalkan seluruh syari’at. Karena seorang yang berakal apabila mendengar atau membaca surat ini, maka ia pasti akan berusaha untuk membebaskan dirinya dari kerugian dengan cara menghiasi diri dengan empat kriteria yang tersebut dalam surat ini, yaitu beriman, beramal shalih, saling menasehati agar menegakkan kebenaran (berdakwah) dan saling menasehati agar bersabar.” (Syarh Tsalatsatul Ushul)

     Dengan Al 'Ashr itu Allah bersumpah bahwa manusia benar-benar dalam kerugian atau kebinasaan dan kehancuran, kecuali :

(1) Orang-orang yang beriman (beriman dengan ilmu)
     Keimanan tidak akan terwujud tanpa ilmu, karena keimanan termasuk cabang dari ilmu dan keimanan tersebut tidak akan sempurna jika tanpa ilmu.  Ilmu yang dimaksud adalah ilmu syar’i (ilmu agama). Seorang muslim wajib (fardhu ‘ain) untuk mempelajari setiap ilmu yang dibutuhkan oleh seorang mukallaf dalam berbagai permasalahan agamanya, seperti prinsip keimanan dan syari’at-syari’at Islam, ilmu tentang hal-hal yang wajib dia jauhi berupa hal-hal yang diharamkan, apa yang dia butuhkan dalam mu’amalah, dan lain sebagainya.
     Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلىَ كُلِّ مَسْلَمٍ

”Menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah nomor 224 dengan sanad shahih).

(2) Mengerjakan amal sholih (beramal sholih dengan ilmu)
     Seseorang tidak dikatakan berilmu (ilmu nafi'), kecuali dirinya berupaya untuk mengamalkannya.  Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata :

لاَ يَزَالُ الْعَالِمُ جَاهِلاً حَتىَّ يَعْمَلَ بِعِلْمِهِ فَإِذَا عَمِلَ بِهِ صَارَ عَالِمًا

”Seorang yang berilmu akan tetap menjadi orang bodoh sampai dia dapat mengamalkan ilmunya. Apabila dia mengamalkannya, barulah dia menjadi seorang alim.” (Dikutip dari Hushul al-Ma’mul).
     Apabila seorang memiliki ilmu akan tetapi enggan mengamalkannya, maka (pada hakikatnya) dia adalah orang yang bodoh, karena tiada perbedaan antara dia dan orang yang bodoh yaitu tidak mengamalkan ilmunya. Seseorang yang berilmu tapi tidak beramal termasuk dalam kategori yang berada dalam kerugian, karena bisa jadi ilmu itu malah akan berbalik menggugatnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

لاَ تَزُوْلُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتىَّ يَسْأَلَ عَنْ عِلْمِهِ مَا فَعَلَ بِهِ

"Seorang hamba tidak akan beranjak dari tempatnya pada hari kiamat nanti hingga dia ditanya tentang ilmunya, apa saja yang telah ia amalkan dari ilmu tersebut.” (HR. Ad Darimi nomor 537 dengan sanad shahih).

(3) Nasehat-menasehati dalam kebenaran (mendakwahkan al haq), dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah serta meninggalkan perbuatan haram.
     Mengajak manusia kepada Allah Ta’ala, adalah tugas para Rasul dan merupakan jalan orang- orang yang mengikuti jejak para rasul dengan baik. Allah Ta’ala berfirman:

قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ (١٠٨)

“Katakanlah, “inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan bashiroh (yaqin dan hujjah yang nyata), Maha suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.” (QS. Yusuf : 108).
     Allah Ta’ala berfirman :

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal sholih, dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang muslim (yang berserah diri)?” (QS. Fushshilat : 33).

(4) Dan nasehat-menasehati dalam kesabaran (sabar di atas ketaatan kepada Allah, sabar dari maksiat, menghadapi berbagai macam musibah, taqdir serta bersabar bagi mereka yang disakiti saat melakukan amar ma'ruf nahi munkar)

     Pada akhir tafsir surat Al ‘Ashr ini, Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah berkata :

فَبِالِأَمْرَيْنِ اْلأَوَّلِيْنَ، يُكَمِّلُ اْلإِنْسَانُ نَفْسَهُ، وَبِالْأَمْرَيْنِ اْلأَخِيْرِيْنَ يُكَمِّلُ غَيْرَهُ، وَبِتَكْمِيْلِ اْلأُمُوْرِ اْلأَرْبَعَةِ، يَكُوْنُ اْلإِنْسَانُ قَدْ سَلِمَ تعل مِنَ الْخُسَارِ، وَفَازَ بِالْرِبْحِ [الْعَظِيْمِ]

”Maka dengan dua hal yang pertama (beriman dan amal sholih), manusia dapat menyempurnakan dirinya sendiri. Sedangkan dengan dua hal yang terakhir (nasehat-menasehati dalam kebenaran dan bersabar), manusia dapat menyempurnakan orang lain. Dan dengan menyempurnakan keempat kriteria tersebut, manusia dapat selamat dari kerugian dan mendapatkan keuntungan yang besar.” (Taisiir Karimir Rohmaan hal. 934)

     Semoga Allah memberikan hidayah dan taufiq kepada kita untuk menyempurnakan keempat hal ini, sehingga kita dapat memperoleh keuntungan yang besar di dunia dan di Akhirat kelak dengan Ampunan dan Rohmat Allah. Amiin.

Komentar