“Mahabbatullah” Mencintai Allah







 “Mahabbatullah”
Mencintai Allah

    Mahabbatullah adalah sebuah keharusan, bagi siapa pun yang mengaku beriman kepada-Nya, baik lelaki maupun perempuan. Bahkan, cinta ini termasuk syarat dari syahadat “Laa ilaaha illa Allah” dan merupakan landasan dalam beramal. 

     Kadar kecintaan dalam hati orang yang mencintai Allah adalah bertingkat-tingkat. Itulah sebabnya, Allah menyebutkan betapa besarnya kecintaan orang-orang mukmin kepada-Nya dalam firman-Nya :

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَّتَّخِذُ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ اَنْدَادًا يُّحِبُّوْنَهُمْ كَحُبِّ اللّٰهِ ۗ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَشَدُّ حُبًّا لِّلّٰهِ ۙوَلَوْ يَرَى الَّذِيْنَ ظَلَمُوْٓا اِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَۙ اَنَّ الْقُوَّةَ لِلّٰهِ جَمِيْعًا ۙوَّاَنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعَذَابِ

"Dan di antara manusia ada orang yang menyembah tuhan selain Allah sebagai tandingan, yang mereka cintai seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cintanya kepada Allah. Sekiranya orang-orang yang berbuat zalim itu melihat, ketika mereka melihat azab (pada hari Kiamat), bahwa kekuatan itu semuanya milik Allah dan bahwa Allah sangat berat azab-Nya (niscaya mereka menyesal)." (QS. Al-Baqarah : 165)

     Cinta kepada Allah merupakan kekuatan yang sangat kuat untuk mendorong seseorang mampu bertahan untuk tidak melanggar dan mendurhakai Allah.

” إنَّ المُحِبَّ لِمَنْ يُحِبُّ مُطِيْعٌ “

“Orang yang mencintai tunduk kepada sang kekasih yang dicintainya.”

Bukti mencintai Allah Ta‘ala

     Bukti bahwa seseorang mencintai Allah dan sekaligus indikasi bahwa seseorang meraih cinta Allah Ta‘ala adalah mencintai dan mengikuti Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Ta‘ala berfirman:

(قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ)

Katakanlah: “Jika engkau (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.”” (QS. Ali -‘Imran : 31)

     Ibnu Katsiir rahimahullah menerangkan, “Ayat yang mulia ini menjadi  hakim atas orang-orang yang mengaku mencintai Allah namun ia tidak berjalan di atas sunnāh Nabi-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa âlihi wasallam. Maka sesungguhnya ia telah berdusta dalam pengakuannya itu, kecuali ia telah benar-benar mengikuti syari’at dan agama Muhāmmad shāllallahu ‘alaihi wa âlihi wasāllam dalam segenap perkataannya dan keadaan dirinya. Sebagaimana hal ini telah tsabit dalam shahih Al-Bukhâri, bahwa Rasulullah shāllallahu ‘alaihi wa alihi wasallam bersabda :

«مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ»

"Barang siapa yang melakukan suatu amal perbuatan yang bukan termasuk tuntunan kami, maka amalnya itu tertolak."
Sebab itulah Allah berfirman :

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ

"Katakanlah (hai Muhāmmad), jika kalian (benar-benar) mencintai Allah maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian..” yakni kalian akan mendapatkan  lebih dari apa yang kalian inginkan dari kecintaan kalian kepada Rabb kalian, yaitu kecintaan Allah atas kalian, dan ini lebih tinggi kedudukannya dari yang pertama. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan oleh sebagian Ulama :

لَيْسَ الشَّأْنُ أَنْ تُحِبَّ، إِنَّمَا الشَّأْنُ أَنْ تُحَبَّ

“Persoalannya itu bukan bagaimana engkau mencinta, tapi bagaimana agar engkau dicinta.” Al-Hasan Al-Bashri dan selain beliau dari kalangan salaf menuturkan, “Ada suatu kaum yang mereka mengaku mencintai Allah, maka Allah menguji mereka dengan ayat ini, Allah berfirman, “Katakanlah (hai Muhammad), jika kalian (benar-benar) mencintai Allah maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian.” (lihat Tafsir Ibnu Katsir – surat Ali-‘Imran ayat 31).

     Syaaikh Abdurrahman bin Nâshir As-Sa’di rahimahullah menerangkan, “Dalam ayat ini terkandung makna kewajiban mencintai Allah, tanda-tanda orang yang mencintai-Nya, serta hasil dan buah kecintaan kepada-Nya. Allah berfirman, “Katakanlah (hai Muhāmmad), jika kalian (benar-benar) mencintai Allah..” yakni apakah kalian mengaku telah mencapai derajat yang tinggi  ini (yaitu mencintai Allah) dimana tidak ada lagi tingkatan di atasnya? Sungguh pengakuan lisan semata tidaklah cukup, bahkan pengakuanmu itu haruslah dibangun di atas kejujuran, dan sebagai tanda kejujuran dari pengakuanmu itu ialah dengan mengikuti sunnah Nabi-Nya shāllallahu‘alaihi wa alihi wasallam dalam segenap keadaan, segenap perkataan dan perbuatan, dalam perkara ushul maupun furu’ secara lāhir maupun bātin. Maka orang yang mengikuti Rasul shāllallahu ‘alaihi wa âlihi wasallam itu menunjukkan kejujuran ia dalam pengakuan kecintaannya kepada Allah ta’aala ." (Taisirul Karimirrahman fi Tafsir Kalâmil Mannân – Surat Al-‘Imrân 31).


Sebab-sebab Yang Bisa Mendatangkan Kecintaan Allah

     Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah berkata:
”Sesungguhnya sebab-sebab yang dapat mendatangkan kecintaan dari Allah ada sepuluh (yaitu):

1. Membaca dan mentadabburi Al-Qur’an serta memahami makna-maknanya dan maksud yang terkandung didalamnya.

2. Mendekatkan diri kepada Allah dengan menjalankan amalan-amalan yang sunnah sesudah amalan-amalan yang wajib.

3. Terus-menerus berdzikir kepada Allah dalam setiap kondisi, baik dengan lisan, hati, perbuatan maupun keadaan, karena kadar kecintaan tergantung pada dzikirnya. (Semakin cinta berarti semakin banyak dzikr/ingat kepada yang dicintai).

4. Mengutamakan apa-apa yang Allah cintai daripada apa yang engkau cintai ketika hawa nafsu berkuasa.

5. Hati senantiasa menela’ah serta memperhatikan nama-nama Allah dan sifat-sifat-NYA, dan mendalaminya di taman dan medan ilmu pengetahuan ini.

6. Menyaksikan berbagai kebaikan dan nikmat Allah yang lahir dan batin.

7. Merasa rendah dan tunduk hatinya di hadapan Allah, dan ini merupakan sebab yang sangat menakjubkan.

8. Menyendiri untuk beribadah pada sepertiga terakhir dari waktu malam dan membaca kitabNYA (Al-Quran Al-Karim), lalu menutup (bacaan)nya dengan istighfar dan taubat.

9. Bermajelis dengan orang-orang yang mencintai Allah dengan jujur, mengambil buah yang baik dari perkataan mereka, dan engkau tidak berbicara kecuali tampak kuat adanya maslahat dalam berbicara, serta engkau tahu akan manfaat bagi dirimu dan orang lain.

10. Menjauhi setiap sebab yang menjadi penghalang antara hati dengan Allah.

Dan dari sepuluh sebab inilah, orang-orang yang mencintai (Allah) telah sampai pada kedudukan kecintaan (dari Allah yang sangat tinggi). (Lihat kitab Madarijus Salikin III/17-18, karya Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah).



DOA MEMOHON KECINTAAN ALLAH


اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ حُبَّكَ وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ وَالْعَمَلَ الَّذِى يُبَلِّغُنِى حُبَّكَ. اللَّهُمَّ اجْعَلْ حُبَّكَ أَحَبَّ إِلَىَّ مِنْ نَفْسِى وَأَهْلِى وَمِنَ الْمَاءِ الْبَارِدِ. (رواه الترمذي وقال حديث حسن)

“Allaahumma innii as’aluka hubbaka wa hubba man yuhibbuka wal ‘amalal-ladzii yubbaligunii hubbaka. Allaahummaj’al hubbaka ahabba ilayya min nafsi wa ahlii wa minal-maa’il-baarid.”

“Ya Allah, aku mohon pada-Mu cinta-Mu dan cinta orang yang mencintai-Mu, amalan yang mengantarkanku menggapai cinta-Mu. Ya Allah, jadikan cinta-Mu lebih aku cintai melebihi cintaku pada diriku sendiri, keluargaku, dan air dingin.” (HR. At-Tirmidzi dari jalan Abu Darda’ radhiyallahu anhu, dan beliau (At-Tirmidzi) berkata derajat hadits ini hasan (baik)).

Komentar